amalan ibadah adalah perkara yang sudah diattur dan dicontohkan oleh rsulullah shalallahu'alaihi wasalam. ibadah tidak akan diterima ketika tidak memenuhi syarat yang sudah ditentukan oleh syariat. adapun syarat tersebut adalah:
-
Ikhlas.
-
Mengikuti Sunnah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Oleh sebab itu,
hendaklah kita mengikhlaskan seluruh amal ibadah kita kepada Allah dan
memurnikannya dari segala bentuk kemusyrikan. Allah Azza wa Jalla
berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Tidaklah
mereka diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan
semurni-murni ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah 4)
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا الأعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sungguh
hanyasannya setiap amalan itu tergantung pada niatnya, dan bagi setiap
orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan yang telah ia niatkan.” (HR. Muttafaqqun Alaihi)
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun berkata:
إِنَّ اللهَ لا يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلا مَا كَانَ لَهُ خَالِصاً وَابْتَغِي بِهِ وَجْهَهُ (رواه النسائي وحسنه الألباني)
“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amalan kecuali dari orang yang ikhlas dan hanya mengharap wajahNya.”(HR. An Nasa’i dan dihasankan oleh Syeikh Al Albani)
Di samping mengikhlaskan amal,
kitapun dituntut untuk beramal sesuai dengan apa yang telah disyariatkan
oleh Allah Azza wa Jalla melalui lisan RosulNya, Allah Azza wa Jalla
berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
“Katakanlah: Jikalau kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali Imron 31)
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini, yang bukan darinya maka dia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim) dan di dalam riwayat yang lain beliau bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرِنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalannya tertolak.”
Dengan
dua syarat inilah seorang muslim dapat terjaga dari musuh-musuh
beratnya yaitu; Riya, Bid’ah dan Syirik. Abul Izz Al Hanafi berkata: “…Maka keduanya merupakan tauhid, tidak ada yang dapat menyelamatkan seorang muslim dari adzab Allah
kecuali dengan keduanya: Pentauhidan Yang mengutus (tauhidul mursil),
dan Pentauhidan mengikuti yang diutus Shallallahu alaihi wa sallam.” (Syarh Al Aqidah Ath Thahawiyah, hal: 200)
Ibnu Taemiyah berkata: “Secara
umum, keduanya merupakan dua landasan agung, yaitu: pertama: Hendaklah
kita tidak beribadah kecuali kepada Allah, kedua: Kita tidak beribadah
kepadaNya kecuali dengan apa yang telah disyariatkanNya.”. dan kedua
syarat ini adalah merupakan realisasi dari dua kaliamat syadat,
sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا
Artinya: “Agar (Allah) menguji kalian; siapa diantara kalian yang paling baik amalannya.” (QS. Al Mulk 2)
Al Fudhail bin Iyadh berkata: “Yang terikhlas dan terbenar.” Mereka bertanya: Wahai Abu Ali, apakah yang dimaksud yang terikhlas dan terbenar? ia berkata: sesungguhnya
suatu amalan itu apabila dikerjakan dengan ikhlas namun tidak benar,
maka ia tidak akan diterima, dan apabila dikerjakan dengan benar namun
tidak ikhlas, itupun tidak akan diterima, sehingga ia menjadi ikhlas.
Dapat menjadi ikhlas manakala dikerjakan karena Allah Azza wa Jalla, dan
benar manakala sesuai dengan sunnah, dan itulah realisasi firman Allah
Azza wa Jalla:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Maka
barang siapa yang mengharap berjumpa dengan Robbnya, hendaklah ia
beramal shaleh, dan janganlah ia menyekutukanNya di dalam ibadah dengan
seorangpun juga.” (Majmu’ fatawa 1/333-334)
Ibnul Qoyyim berkata: “Seorang hamba tidak dapat merealisasikan Iyyaka na’budu
(hanya kepadaMu-lah kami beribadah) kecuali dengan dua asas yang agung,
Pertama: Mengikuti Rosul Shallallahu alaihi wa sallam. Kedua: Ikhlas
bagi Yang diibadahi.” (Madarijus salikin 83)
Mengerjakan
sesuatu yang telah disyariatkan, dapat menjaga seorang muslim dari
terjerumus ke dalam jurang kebid’ahan yang mesti ia hindari. Ibnu
Taemiyyah berkata: “Demikian
juga jika para Ubbad telah beribadah dengan perkataan dan amalan yang
telah disyariatkan secara lahir dan batin, dan mereka telah merasakan
manisnya perkataan yang baik dan amalan shaleh yang telah diperintahkan
oleh Allah Azza wa Jalla melalui perantaraan rosulNya, niscaya mereka
akan mendapatkan keadaan yang suci bersih dan kedudukan yang tinggi
serta hasil yang memuaskan, tercukupi dari segala bentuk yang
diada-adakan, seperti lagu-lagu tasawuf, bentuk-bentuk dzikir dan wirid
yang telah dibuat oleh sekelompok Ahlul bid’ah karena
kekurangan loyalitasnya terhadap sesuatu yang telah disyariatkan.” (Iqtidha hairatal Mustaqim 2/99)
Kita berharap semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan orang yang disebutkan Allah Azza wa Jalla dalam firmanNya:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بالأَخْسَرِينَ أَعْمَالا(103)الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا(104)
“Katakanlah: Apakah
akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya? Yaitu orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya.” (Al Kahfi 103-104)
dan
dimasukkan ke dalam golongan orang yang ikhlas dan senantiasa mengikuti
sunnah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tanpa menambah atau
menguranginya. Dan semoga kita diteguhkan dalam golongan ini sampai
akhir hayat kita. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar